01 December 2008

DARI DEVELOPMENT STATE KE REGULATORY STATE

Dari Development State ke Regulatory State
Disadari atau tidak saat ini masyarakat di manapun di dunia ini tidak lagi berada dalam lingkup kekuasaan negara sebagaimana pengertian negara yang kita kenal posta Perang Dunia Kedua. Namun demikiaan, bukan berarti otoritas dan batas-batas negara telah hilang atau melemah, melainkan sedang mengalami perubahan, yakni dari negara pembangunan menjadi negara yang serba diatur. Faktor utama yang menyebabkan perubahan ini terjadi adalah globalisasi (Jayasuriya 2000:37). Argumentasi teoretisnya (Jayasuriya 2000:37-38): bentuk-bentuk negara pada dasarnya bergantung pada berbagai struktur aspek kepemerintahan (governance) global. Negara pembangunan, demikian pula negara kesejahteraan (welfare state) Eropa Barat pada dasarnya merupakan produk dari sistem kepemerintahan (pasar) global posta Perang Dunia II. Sistem kepemerintahan inilah yang mutlak berubah dan membawa perubahan yang sesuai dalam bentuk kepemerintahan dalam negeri suatu bangsa.
Indikasi terjadinya perubahan dari negara pembangunan ke negara yang serba diatur adalah hilangnya ciri-ciri yang melekat pada negara pembangunan. Ada tiga ciri yang melekat pada pembangunan, yakni: (1) sejumlah lembaga perekonomian yang tesendiri dan otonom dengan kemampuan besar untuk melaksanakan kebijakan dan program ekonomi; (2) suatu kebijakan industri aktif yang mengembangkan industri global berorientasi ekspor yang bersaing; dan (3) suatu pemahaman tentang kempemerintahan (governance) yang menempatkan tekanan kuat pada peran negara untuk mengamankan pembangunan dan perekonomian . Ciri-ciri tersebut merupakan bentukan rejim kepemerintahan global yang dicirikan oleh pembatasan mobilitas modal dan regulasi sektor keuangan dalam negeri (Jayasuriya 2000:38).
Pertanyaannya kini, apa sesungguhnya itu globalisasi, serta bagaimana dan untuk kepentingan apa globalisasi mengubah negara pembangunan menjadi negara yang serba diatur?
Menurut Amin (2000), globalisasi merupakan cara sekaligus instrumen kapitalisme untuk mengatasi berbagai kontradiksi yang dihadapinya . Kontradiksi mendasar dalam cara produksi (mode of production) kapitalis adalah kontradiksi antara modal dengan buruh. Buruh adalah seorang individu bebas (laki-laki maupun perempuan) yang diharuskan mengerahkan tenaga sebagai satu-satunya kekayaan mereka. Modal adalah relasi sosial yang memungkinkan suatu kelas sosial tertentu, lapisan borjuasi, mengambil akumulasi surplus buruh melalui alat-alat produksi yang tanpanya produksi medern tidak terbayangkan (Amin 2000:18-19) . Namun demikian, Amir tidak hendak mengatakan, bahwa kontradiksi buruh dan modal merupakan kontradiksi paling utama atau satu-satunya dalam kapitalisme. Hal yang hendak dia tegaskan adalah, bahwa kontradiksi hakiki dalam cara produksi kapitalis mengakibatkan sistem tersebut cenderung terus menerus mengalami masalah kelebihan produksi – yang sebelum Revolusi Industri fenomena ini tidak pernah dikenal. Jika kelebihan produksi tidak diimbangi dengan daya beli dan kemampuan konsumsi yang tinggi, akibatnya adalah krisis. Contoh kasus: dalam mengatasi kiris besar tahun 1930-an Amerika Serikat melakukan belanja militer secar besar-besaran pada Perang Dunia Kedua dan Perang Dingin yang menyusulnya kemudian. Dalam cara produksi kapitalis, kelebihan produksi sudah bisa dipastikan akan terus terjadi, karena nilai lebih senantiasa diakumulasi untuk memperbesar produksi dan memperluas pasar di satu sisi; yang bersamaan dengan itu terus menekan biaya upah buruh sekecil mungkin di sisi lain (Pengutip). Dengan demikian, meskipun cara produksi kapitalis mampu mendorong pertumbuhan yang luar biasa, tetapi memiliki kecenderungan inheren ke arah stagnasi (Amin 2000:19).
Menurut Amin (2000:20), setiap tahap perluasan kapitalisme senantiasa dilengkapi dengan inovasi besar dan regulasi (pengaturan) politis demi memperluas pasar. Namun, menurutnya, regulasi politis hanya mungkin tersedia bagi negara-negara kapitalis terpusat. Hal demikian hanya bisa diamati pada skala global, sebab manakala distribusi pendapatan cenderung mantap di pusat, ketimpangan justru merebak pada saat yang sama dengan berlangsungnya pembangunan di negara-negara pinggiran.Pertanyaannya kini, apa yang diregulasikan dan kontradiksi macam apa yang direduksi dalam sistem kapitalisme?

No comments: